Yerusalem / Ankara – Ayah individu tentara negara Israel yang mana disandera di dalam Jalur Wilayah Gaza pada Hari Minggu menuduh pemimpin otoritas Benjamin Netanyahu sudah pernah mengabaikan para sandera demi melanjutkan pertempuran untuk kepentingan urusan politik pribadinya.
“Kami mendengarkan pidato Netanyahu dari Alun-Alun Sandera dalam Tel Aviv, dan juga kami sangat kecewa,” ujar Hagai Angrest, ayah dari tentara Matan, terhadap harian Maariv.
“Seluruh dunia menyuarakan bahwa gencatan senjata juga pemulangan para sandera harus berubah menjadi prioritas utama. Namun kami justru mengawasi individu perdana menteri yang mana mengabaikan para tentara juga malah mengirim lebih banyak banyak lagi ke medan perang," katanya.
“Kami diberitahu bahwa pertempuran ini tak akan berakhir tanpa mereka. Tapi sekarang tampaknya Netanyahu lebih lanjut memilih kelangsungan kekuasaannya dibandingkan nyawa para sandera,” lanjutnya. “Seluruh rakyat memperkuat pemulangan para sandera.”
Pada Hari Sabtu malam, Netanyahu pada pidato yang mana disiarkan televisi mengeklaim bahwa tak ada pilihan lain selain melanjutkan konflik ke Gaza. Ia menyatakan bahwa kesepakatan gencatan senjata dengan organisasi Hamas akan “menggagalkan pencapaian perang.”
Netanyahu menuduh organisasi Hamas menolak proposal yang dimaksud mencakup pembebasan setengah dari sandera tanah Israel yang tersebut masih hidup dan juga berbagai dari yang tersebut sudah pernah tewas, dengan imbalan diakhirinya pertempuran — persyaratan yang dimaksud menurut Netanyahu “tidak dapat diterima.”
Sementara itu, pada Kamis lalu, pemimpin kelompok Hamas di Gaza, Khalil Al-Hayya, menegaskan bahwa kelompoknya bersedia melakukan negosiasi menyeluruh untuk menjamin pembebasan semua sandera negara Israel dengan imbalan gencatan senjata penuh, evakuasi pasukan negeri Israel dari Gaza, dimulainya tahapan rekonstruksi, juga pencabutan blokade.
Juru bicara Netanyahu pada Hari Sabtu mengumumkan bahwa membebaskan seluruh sandera di satu kesepakatan adalah “mustahil.”
Perkiraan dari pihak tanah Israel menunjukkan bahwa masih ada 59 sandera ke Gaza, dengan 24 di antaranya diyakini masih hidup. Sebaliknya, lebih banyak dari 9.500 warga Palestina pada waktu ini dipenjara ke negeri Israel pada status buruk, di antaranya laporan penyiksaan, kelaparan, lalu pengabaian medis, menurut organisasi hak asasi dari Palestina maupun Israel.
Sejak Oktober 2023, lebih lanjut dari 51.200 warga Palestina — sebagian besar perempuan kemudian anak-anak — tewas di serangan brutal tanah Israel di Gaza.
Pada November 2024, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu lalu mantan kepala pertahanan, Yoav Gallant, berhadapan dengan kejahatan konflik juga kejahatan terhadap kemanusiaan dalam Gaza.
Israel juga sedang menghadapi gugatan genosida di dalam Mahkamah Internasional (ICJ) berhadapan dengan agresinya ke wilayah tersebut.
Sumber: Anadolu
Artikel ini disadur dari Ayah tentara Israel: Netanyahu abaikan sandera demi politik pribadi