Jakarta – Kebijakan tarif impor Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memberikan bermacam dampak untuk Indonesia ke bermacam sektor. Meskipun Tanah Air mempunyai porsi ekspor ke Negeri Paman Sam serta China terhadap hasil domestik bruto (PDB) relatif kecil, namun masih ada dampak yang meluap dari kebijakan Presiden Negeri Paman Sam tersebut.
Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro mengungkapkan Negara Indonesia sebenarnya relatif terjaga dari kebijakan yang dimaksud akibat porsi ekspor ke Amerika Serikat lalu China terhadap hasil domestik bruto (PDB) relatif kecil. Namun, ini terus akan menekan neraca perdagangan Nusantara sebab rantai perdagangan global yang digunakan saling terkait antar negara.
“Spillover dari trade war tadi terhadap bukanlah cuma ke Amerika Serikat, tapi juga terhadap ke China juga. Jadi bisa jadi dari direct kemudian US ke China serta China ke Indonesia, mampu juga kemudian dari negara lain, misalnya US ke Euro, Euro ke China lalu China juga ke Indonesi misalnya, itu juga kemudian mampu memberikan tekanan terhadap peningkatan ekspor Indonesia,” terang Andry.
Dalam paparannya, kebijakan tarif Trump miliki sebagian pengaruh ke kegiatan ekonomi Indonesia, seperti pada jalur perdagangan. Ada dampak kinerja ekspor lebih lanjut rendah kemudian risiko dumping produk-produk China yang digunakan tak bisa jadi masuk ke AS.
Kemudian pada investasi, ada dampak lebih lanjut rendahnya aliran pembangunan ekonomi asing atau foreign direct investment (FDI), akibat perekonomian China yang dimaksud menurun. Namun demikian, ada dampak positif yang tercipta, yakni peluang aliran masuk invetasi dari korporasi Negeri Paman Sam ke negara-negara mengalami perkembangan dengan suku bunga yang digunakan lebih besar rendah.
Selanjutnya pada lingkungan ekonomi keuangan, ada dampak evakuasi dana dari lingkungan ekonomi keuangan akibat sikap berhati-hati para investor. Hal itu kemudian berdampak pada pelemahan rupiah lalu saham-saham pada lingkungan ekonomi saham RI.
Tak terlepas bidang perbankan yang dimaksud berkemungkinan terpengaruhi peningkatan kreditnya oleh sektor-sektor yang tersebut terdampak tarif. Tingkat kredit klien yang terdampak tarif juga dapat memburuk. Maka demikian, likuiditas berubah menjadi semakin ketat.
Namun, Amerika Serikat sendiri juga bukan terhindar, dengan adanya risiko stagflasi serta semakin lamanya pemangkasan suku bunga. Sementara itu Tiongkok juga terdampak dengan ekspor ke Negeri Paman Sam yang digunakan tertahan, tetapi mendapatkan dampak positif dari peralihan ekspor ke negara-negara berprogres juga memberikan stimulus untuk memacu perekonomian.
Secara global, dampak baik dari peperangan tarif ini adalah negara-negara penerus China akan mendapatkan untung dari ekspor serta relokasi FDI. Tapi, ketidakpastian akan meningkat terhadap lingkungan ekonomi keuangan, yang mana kemudian menahan jumlah perdagangan global lalu investasi.
Tanda-Tanda Resesi ke AS
Ekonomi Amerika Serikat (AS) mengalami tekanan yang digunakan semakin besar di beberapa bulan terakhir. Berbagai faktor, mulai dari kebijakan tarif dagang yang tersebut mungkin meningkatkan inflasi, telah terjadi berkontribusi pada perlambatan dunia usaha yang dirasakan oleh bidang usaha lalu penduduk bahkan meninggikan potensi resesi.
Pemburukan tekanan ini tampak pada beberapa orang data sektor ekonomi AS. Secara kuartalan (% qoq), perekonomian Negeri Paman Sam mengalami kontraksi sebesar 0,3% pada kuartal I-2025 seperti dilaporkan Biro Analisis Sektor Bisnis Departemen Perdagangan Negeri Paman Sam pada Rabu (30/4). Hal ini merupakan penurunan pertama sejak kuartal I tahun 2022.
Padahal, sektor ekonomi Negeri Paman Sam mengalami peningkatan 2,4% pada kuartal sebelumnya lalu berada di bawah ekspektasi pangsa sebesar 0,3%, menurut estimasi awal.
Lonjakan impor sebesar 41,3% turut memperlambat laju ekonomi, dikarenakan pelaku perniagaan dan juga konsumen bergegas menimbun barang sebagai antisipasi terhadap kenaikan biaya menyusul rangkaian pengumuman tarif oleh pemerintahan Trump.
Pertumbuhan belanja konsumen juga melambat berubah menjadi 1,8%, laju paling lambat sejak kuartal kedua 2023, sementara belanja pemerintah federal turun sebesar 5,1%, penurunan paling tajam sejak kuartal pertama 2022. Sebaliknya, pembangunan ekonomi kekal melonjak 7,8%, tertinggi sejak kuartal kedua 2023.
Tidak hanya sekali itu, Skala Keyakinan Pengguna Amerika Serikat yang diterbitkan oleh The Conference Board menunjukkan penurunan tajam pada April 2025, mencerminkan meningkatnya pesimisme penduduk terhadap status perekonomian ke depan.
Indeks utama turun sebesar 7,9 poin ke level 86,0. Angka ini merupakan yang tersebut terendah sejak Mei 2020. Sementara itu, Angka Situasi Saat Hal ini belaka mengalami penurunan kecil ke nomor 133,5, yang dimaksud menunjukkan bahwa konsumen masih memandang keadaan usaha serta pangsa tenaga kerja pada waktu ini relatif stabil. Namun, penurunan paling tajam terlihat pada Angka Ekspektasi, yang digunakan anjlok 12,5 poin ke level 54,4, sangat jauh pada bawah ambang batas 80 yang mana rutin dikaitkan dengan prospek resesi.
Penurunan ini dipicu oleh meningkatnya perasaan khawatir melawan kebijakan tarif baru dari pemerintahan Trump, yang tersebut dikhawatirkan akan membuat kenaikan biaya hidup. Di sisi lain, cuma 31,7% responden yang mana percaya lapangan kerja akan tersedia di enam bulan ke depan.
Kemudian, hitungan PMI Pabrik versi Institute for Supply Management (ISM) untuk Amerika Serikat pada periode April 2025 mengalami penurunan berubah menjadi 48,7. Merosotnya nomor PMI ini tidak baru belaka berlangsung melainkan sudah terjadi selama tiga bulan beruntun dengan puncaknya pada Januari 2025 pada nomor 50,9.
Faktor utama yang tersebut mempengaruhi penurunan ini adalah kebijakan tarif yang dimaksud agresif dari pemerintahan Trump. Pengenaan tarif tinggi terhadap barang impor, teristimewa dari China, telah dilakukan meningkatkan biaya produksi serta menciptakan ketidakpastian pada rantai pasokan. Hal ini menyebabkan perusahaan-perusahaan menunda penanaman modal serta perekrutan tenaga kerja, dan juga menghurangi produksi.
Selain itu, sektor-sektor lain seperti proyek konstruksi dan juga ritel juga menunjukkan tanda-tanda pelemahan, dengan laporan penurunan pelanggan dan juga pengurangan tenaga kerja. Kombinasi dari faktor-faktor ini memunculkan kegelisahan bahwa perekonomian Amerika Serikat kemungkinan besar menuju resesi jikalau tren negatif ini berlanjut.
Next Article Dihajar Tarif Dagang Trump, Begini Respons Tak Terduga China
Artikel ini disadur dari Ini Beda Efek Perang Tarif Trump untuk RI, China dan AS











