Pendapat Tokoh Nasional tentang Tarif Impor Amerika, Bisa Jadi Kelebihan bagi Indonesia?

Pendapat Tokoh Nasional tentang Tarif Impor Amerika, Bisa Jadi Kelebihan bagi Indonesia?

JAKARTA – Kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, terhadap berbagai negara pada dunia, termasuk Indonesia, memunculkan reaksi beragam dari berbagai kalangan. Langkah ini dianggap sebagai bagian dari strategi ekonomi Trump yang digunakan cukup kontroversial dan juga dinilai dapat merugikan Amerika Serikat sendiri.

Trump telah lama mengumumkan penerapan tarif baru terhadap semua barang impor yang masuk ke wilayah AS. Selain itu, ia juga memperkenalkan sistem tarif timbal balik untuk negara-negara yang mana mengenakan bea masuk tinggi terhadap produk-produk Amerika, termasuk Indonesia sebagai salah satunya.

Indonesia diketahui memberlakukan tarif sekitar 64% terhadap sebagian barang dengan syarat Amerika Serikat. Menanggapi hal ini, pemerintah Amerika Serikat memutuskan untuk mengenakan tarif sebesar 32% terhadap produk-produk jika Indonesia yang digunakan dipasarkan di area negaranya.

Menanggapi tarif Trump tersebut, Presiden Prabowo Subianto secara langsung menginstruksikan jajarannya untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan yang tersebut berkaitan dengan perdagangan luar negeri. Fokus utamanya adalah pembenahan regulasi yang dianggap menghambat efisiensi perdagangan.

Instruksi Presiden Prabowo disampaikan melalui Menteri Koordinator Area Perekonomian Airlangga Hartarto, yang mana menjelaskan bahwa langkah deregulasi lalu penyederhanaan aturan akan segera dilakukan. Hal ini termasuk peninjauan terhadap Non-Tariff Measures (NTMs) yang tersebut dinilai memperlambat laju ekspor Indonesia.

Di sisi lain, Kementerian Keuangan yang dipimpin oleh Sri Mulyani Indrawati juga bersuara terkait kebijakan tersebut. Melalui Kepala Biro Komunikasi kemudian Layanan Informasi, Deni Surjantoro, kementerian menegaskan bahwa pemerintah siap mengambil langkah mitigasi untuk menanggulangi dampak negatif kebijakan tersebut.

Menurut Deni, meskipun tarif 32% tampak signifikan, kebijakan ini juga dapat menciptakan prospek strategis bagi Indonesia. Negara-negara yang terdampak kebijakan tarif tinggi dapat jadi akan memindahkan kegiatan industrinya ke wilayah yang dimaksud lebih lanjut stabil, kemudian Indonesia berpotensi menjadi salah satu tujuan utama.

Deni menambahkan bahwa pemerintah akan terus memantau perkembangan situasi global, juga menyesuaikan kebijakan fiskal kemudian perdagangan guna menegaskan stabilitas dunia usaha nasional masih terjaga di dalam berada dalam dinamika global.